"The King's Speech" merupakan sebuah film drama sejarah dari Inggris ditahun 2010 yang disutradarai oleh Tom Hooper dan ditulis oleh David Seidler. Film ini berkisah tentang Raja George VI dan ahli terapi suaranya, Lionel Logue, untuk membantu mengatasi sang raja yang gagap. Film yang dibintangi oleh Colin Firth, Geoffrey Rush dan Helena Bonham Carter ini di produseri oleh Gareth Unwin bersama dengan Iain Canning dan Emile Sherman, dan dirilis terbatas di Amerika pada 26 November 2010 dan diluncurkan secara resmi di Inggris pada tanggal 7 Januari 2011.
Film ini mendapatkan 7 nominasi di Golden Globe, dan menang dalam kategori Best Actor - Drama untuk Firth. Film ini mendapatkan 14 nominasi di BAFTA, yang menang dalam tujuh kategori termasuk Film Terbaik, Aktor Terbaik untuk Firth, serta Aktor Pendukung Terbaik dan Aktris Pendukung Terbaik untuk Rush dan Helena. Film ini juga dinominasikan untuk 12 Academy Awards, dan akhirnya memenangkan empat kategori yaitu: Film Terbaik, Sutradara Terbaik untuk Hooper, Aktor Terbaik untuk Firth, dan Skenario Asli Terbaik untuk Seidler.
Film yang di angkat dari kisah nyata ini memang tersaji dalam tampilan yang tidak membosankan. Cerita yang unik, gambar yang segar membawa para penonton dalam rasa lucu yang berubah menjadi haru. Awalnya ketika mendengar seorang pemimpin berbicara gagap memang terasa lucu, tapi setelah penterjemahan cerita membawa penonton menelusuri sebuah pilihan hidup yang menjadi sulit karena gagapnya seorang pemimpin maka keadaan menjadi haru dan sangat menyentuh hati.
Alur Cerita
Pangeran Albert, Duke of York, yang dipanggil oleh keluarganya dengan nama 'Bertie' (Colin Firth), merupakan putra kedua dari Raja George V. Dalam menyampaikan pidato pada upacara penutupan untuk Acara Kerajaan pada tahun 1925 di Stadion Wembley, dia ditemani oleh istrinya, Elizabeth (Helena Bonham Carter). Pidato gagap-nya ternyata meresahkan ribuan rakyat yang mendengarnya. Sang Pangeran sebelumnya sudah mencoba untuk mencari solusi agar dia bisa berbicara layaknya manusia normal dengan beberapa perawatan, namun gagal, dan akhirnya dia putus asa.
Sampai suatu waktu, istrinya membujuknya untuk mendatangi Lionel Logue (Geoffrey Rush), seorang ahli terapis bicara dari Australia yang tinggal London. Pada pertemuan pertama mereka, Lionel ingin pertemuan itu dilakukan di rumahnya. Dan ketika mereka bertemu, Lionel meminta agar mereka saling sapa dengan nama Kristen mereka yang sebenarnya merupakan sebuah pelanggaran terhadap etika kerajaan, dimana Lionel memberitahunya bahwa dia akan memanggilnya dengan nama panggilan yang hanya keluarganya yang boleh menggunakannya, yaitu Bertie, hingga sang pangeran pada awalnya enggan untuk menerima pengobatan tersebut. Lionel kemudian bertaruh uang satu shilling dengan Bertie, kalau dia percaya bahwa Bertie bisa membaca dengan sempurna pada saat itu, dan memberinya sebuah Hamlet untuk dibacanya sambil mendengarkan musik keras melalui headphone. Lionel kemudian merekam suara Bertie pada piringan hitam, namun Bertie yakin kalau ia tetap gagap saat membacanya. Bertie putus asa dan menyatakan kalau tidak akan ada harapan lagi atas kondisinya. Lionel kemudian memberikan rekaman kepadanya sebagai souvenir pada saat dia dan istrinya pulang.
Setelah Raja George V (Michael Gambon) yang sedang sakit melakukan siaran pada tahun 1934 dengan membuat ucapan selamat Natal kepada rakyatnya, ia menjelaskan kepada Bertie pentingnya penyiaran secara modern dalam situasi internasional yang berbahaya. Dia juga menyatakan bahwa David/Edward (Guy Pearce), si Pangeran Wales, yang juga kakak dari Bertie, akan membawa kehancuran kepada keluarga dan negaranya kalau ia menjadi raja, dan menuntut Bertie menggunakan waktunya untuk berlatih membaca pidato. Setelah upayanya tersebut sia-sia, Bertie memutar rekaman pemberian Lionel dan mendengar dirinya telah membaca tanpa terputus.
Bertie akhirnya kembali menemui Lionel, dan mereka bekerja sama untuk membuat santai otot rahang Bertie dan menguatkan lidahnya. Bertie kemudian menceritakan beberapa tekanan masa kecilnya: ayahnya yang keras telah memaksakan kehendaknya untuk pengobatan dirinya yang menyakitkan, dengan menggunakan penyangga metal untuk mengetuk lututnya, pengasuhnya yang mendukung kakaknya, sering mencubitnya untuk membuatnya menangis, dan tidak memberinya makan yang memadai. Butuh waktu 3 tahun bagi orang tuanya untuk menyadari hal itu, hingga Bertie harus menghadapi atas kematian dini saudaranya, Pangeran John pada tahun 1919. Saat pengobatan berlangsung, Lionel dan Bertie akhirnya menjadi teman yang saling mempercayai.
Pada tanggal 20 Januari 1936, Raja George V meninggal dunia, dan tahta jatuh kepada David sebagai Raja Edward VIII. Namun David masih ingin menikahi Wallis Simpson (Eve Best), seorang wanita Amerika yang telah menikah dua kali dan sedang mengisi petisi untuk perceraiannya. Pada sebuah pesta di Istana Balmoral, Bertie mengatakan bahwa Edward tidak dapat menikahi wanita yang bercerai untuk mempertahankan tahta, dimana Edward menuduh adiknya tersebut berusaha menjatuhkannya untuk merebut tahtanya, yang mengutip pelajaran dari pidato Bertie sebelumnya sebagai upaya untuk mempersiapkan dirinya sendiri dan bangkit dari masa kecilnya yang selalu Edward panggil dengan ucapan "B-B-B-Bertie".
Raja Edward VIII tetap mengabaikan saran dari dewan pemerintahan yang tetap akan menikahi Wallis Simpson, yang akhirnya dia turun dari tahta, dan Bertie menjadi Raja George VI. Raja baru menyadari bahwa ia membutuhkan bantuan dari Lionel. Raja dan Ratu pun mengunjungi rumah Lionel untuk meminta maaf. Ketika sang Raja bersikeras bahwa Lionel akan duduk di kotak Raja selama penobatannya di Gereja Westminster, Dr Cosmo Lang (Derek Jacobi), seorang Uskup Agung di Canterbury tidak percaya Lionel memiliki kualifikasi dalam hal ini, yang membuat konfrontasi antara sang Raja dan Lionel. Lionel kemudian menjelaskan kepada sang Raja bahwa ia mulai melakukan terapis bicara pada seorang prajurit yang terguncang dan tak bisa bicara dalam perang terakhir. Setelah peristiwa itu, dia mengaku banyak mendapatkan keberhasilan atas upaya pengobatannya. Ketika sang Raja masih tidak yakin tentang kemampuannya sendiri, Lionel duduk di Kursi Raja Edward yang menganggap cuma kursi yang di tahan oleh batu besar sebagai Stone of Scone. Raja marah terhadap Lionel karena tidak menghormati nya, dan mengejutkan dirinya atas kelancaran bicaranya saat ia marah, yang ternyata Lionel mencoba membuat Raja marah supaya ia sadar atas kemampuannya untuk bicara dengan lancar.
Setelah deklarasi perang dengan Jerman pada bulan September 1939, sang Raja memanggil Lionel ke Istana Buckingham untuk membantunya mempersiapkan pidatonya di radio untuk Kerajaan Inggris. Raja dan Lionel menuju sebuah studio kecil di dalam istana, Winston Churchill (Timothy Spall), Perdana Menteri Inggris yang mengatakan kepada sang Raja bahwa ia juga pernah mengalami kesulitan dalam berbicara, tetapi dia telah menemukan cara untuk menggunakan sebuah operasi yang dianggap terlalu berbahaya untuk menjadikannya aset. Saat jutaan orang mendengarkan radio mereka, Raja memberikan pidatonya seolah-olah saat itu Lionel sedang melatihnya. karena keteguhannya, metode-metode liar Lionel, dan dukungan Elizabeth, akhirnya sang Raja bisa lancar berpidato. Bahkan Bertie menjadi seorang Raja yang mampu membakar semangat rakyatnya untuk menghadapi Perang Dunia II, saat berpidato. Setelah selesai, sang Raja menuju balkon istana bersama keluarganya, di mana ribuan rakyat London telah berkumpul di jalan-jalan untuk mendengar pidato melalui pengeras suara, bersorak dan bertepuk tangan untuk Raja- nya.
Di akhir film dijelaskan bahwa, Raja George VI menjadikan Lionel Logue Komandan dari Royal Victorian Order di tahun 1944. Penghargaan tinggi ini dari Raja yang berterima kasih yang menjadikan Lionel bagian dari satu-satunya Order of Chivalry yang khusus menghadiahkan tindakan pelayanan pribadi kepada Kerajaan. Lionel bersama dengan Raja pada setiap pidato perang. Melalui siaran radionya, George VI menjadi simbol perlawanan nasional. Lionel dan Bertie tetap bersahabat selama sisa hidup mereka.
Kritik
Masyarakat awam yang mengalami kesulitan untuk berbicara saja sudah membuat yang bersangkutan sering merasa rendah diri, lalu bagaimana apabila hal tersebut dialami oleh seorang calon pewaris tahta Inggris? Itulah yang ditawarkan oleh film ini. Mengalami perjalanan panjangnya dari festival-festival kecil, film ini memenangi berbagai penghargaan, dan puncaknya adalah kemenangan film Indepenen Inggris tersukses sepanjang masa ini di ajang Academy Award yang diselenggarakan akhir Februari tahun 2011 lalu. Perjalanan filmnya sendiri tidak berbeda jauh dengan perjalanan tokoh yang menjadi inti cerita dalam film ini; Prince Albert, Duke of York / King's George VI, yang dibawakan secara brilian oleh aktor Collin Firth.
Sebenarnya tidak ada yang terlalu istimewa dengan film ini dari sisi cerita. Fakta bahwa film ini diangkat dari kisah nyata menjadi salah satu sebab, karena publik banyak yang telah tahu apa yang akan terjadi pada karakter-karakter yang ada di akhir cerita. Tapi cerita yang tidak terlalu istimewa ini berhasil dikemas sedemikian rupa menjadi sebuah tontonan menarik nan menghibur.
Colin Firth bukanlah satu-satunya aktor yang aktingnya memukau dalam film berbujet £8 juta ini. Aktris Helena Bonham Carter yang berperan sebagai Elizabeth, Duchess of York / Queen Elizabeth, serta aktor Geoffrey Rush yang berperan sebagai sang terapis bagi sang raja; Lionel Logue, juga tampil tidak kalah bagus. Carter berhasil menampilkan sosok penuh karisma dan keangkeran dari seorang Ratu hanya melalui tutur kata yang minimalis dan mimik wajah. Sedangkan Rush berhasil menampilkan sosok Logue yang berbeda-beda tergantung dengan situasi dan kondisinya.
Tidak itu saja, chemistry antar para pemain pun sangat terasa, baik itu antara Firth dan Carter, maupun antara Firth dan Rush. Jelas terasa seberapa besar peranan Queen Elizabeth saat ia memberi semangat kepada suaminya hanya melalui sapuan telapak tangan ataupun pasang surutnya hubungan sang Raja dengan terapisnya. Firth sendiri berhasil menampilkan ekspresi kekhawatiran dari seorang raja gagap saat harus berbicara di depan umum dengan sempurna. Tidak itu saja, aktor berusia 50 tahun ini juga menampilkan kegagapan yang menjadi poin penting terlihat nyata.
Selain itu, berbagai selingan humor-humor cerdas terasa sangat membantu melewati beberapa adegan yang tidak jarang hanya berisikan percakapan yang cukup panjang. Suasana yang ada semakin terasa hidup dengan permainan sinematografi menawan dalam berbagai adegan yang ada. Sisi lain kehidupan keluarga kerajaan serta aturan-aturan ortodok mereka pun tidak luput diangkat, dan disampaikan secara singkat, padat, dan jelas.
Apabila diibaratkan makanan, maka film ini adalah sebuah makanan yang semua bumbunya pas dan penyajiannya pun menarik. Rasanya tidak berlebihan apabila pada akhirnya film yang tidak terlalu akurat dari segi sejarah ini memenangkan empat penghargaan bergengsi Oscar.
No comments:
Post a Comment